Retensi plasenta adalah kondisi di mana plasenta tidak keluar dari rahim dalam 18-60 menit setelah bayi lahir, yang dapat berisiko menyebabkan pendarahan jika tidak segera ditangani. Kondisi ini dapat terjadi pada Ibu yang mengalami pendarahan sebelum plasenta keluar. Biasanya plasenta keluar dengan bantuan kontraksi yang terjadi pada rahim kemudian untuk membantu melepaskan plasenta dari dinding rahim dan mendorongnya keluar, maka dari itu ketahui gejala dan penyebabnya di artikel ini.
Artikel lainnya: Prolaps Tali Pusat Bisa Terjadi Saat Persalinan, Ini Tandanya!
Apa Itu Retensi Plasenta?
Retensi plasenta adalah kondisi yang terjadi setelah persalinan normal biasanya hal ini terjadi sekitar 1-3%. Kondisi ini biasanya terjadi karena plasenta tidak keluar dengan sendirinya, terjadinya pendarahan secara berlebihan tanpa keluarnya plasenta, dan ditemukan sisa jaringan plasenta di dalam rahim setelah sebagian besar plasenta sudah keluar.
Jika tidak ditangani dengan segera maka akan menyebabkan pendarahan pasca persalinan atau yang biasa disebut dengan PPH. Retensi plasenta tidak terjadi pada semua persalinan maka dari itu penting untuk tenaga medis mengetahui dan mengenali risiko yang terjadi agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Bagaimana Biasanya Plasenta Dikeluarkan?
Retensi plasenta adalah kondisi di mana plasenta tidak keluar dari rahim dalam waktu 18-60 menit setelah bayi lahir. Kondisi ini memerlukan penanganan segera karena dapat menyebabkan perdarahan serius. Jika tidak ditangani dengan cepat, retensi plasenta bisa membahayakan kesehatan Ibu.
Jika Mom melahirkan dengan normal, maka plasenta akan keluar dengan dua cara yaitu aktif dan alami. Mengeluarkan dengan cara aktif yaitu dengan cara Mom akan disuntik dengan obat oksitosin di paha agar rahim berkontraksi lebih cepat dan plasenta keluar.
Cara yang terakhir yaitu dengan metode alami, plasenta keluar tanpa obat dan tubuh akan berusaha mengeluarkan plasenta setelah bayi lahir. Namun, jika plasenta tidak keluar dalam waktu yang seharusnya, kondisi ini disebut retensi plasenta adalah situasi ketika plasenta tertahan di dalam rahim setelah persalinan.
Artikel lainnya: Kenali Jenis-Jenis Robekan Perineum dan Cara Mengobatinya!
Tanda dan Gejala Retensi Plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi yang perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan berbagai gejala serius. Gejala retensi plasenta yang harus dikhawatirkan yaitu demam, pendarahan setelah melahirkan, dan memiliki keputihan dengan bau yang mengganggu. Gejala lain yang terjadi yaitu keluarnya gumpalan darah besar dalam jumlah yang banyak dari vagina.
Penyebab Terjadinya Retensi Plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta tertahan di dalam rahim setelah bayi lahir. Namun, jika Mom mengalami hal berikut, maka harus diwaspadai:
- Kontraksi pada rahim tidak cukup kuat sehingga tidak kuat mendorong plasenta keluar.
- Plasenta yang menempel terlalu dalam di dinding rahim.
- Memiliki leher rahim yang menutup dalam waktu cepat sebelum plasenta keluar sehingga plasenta terjebak di dalam rahim.
- Kandung kemih yang terlalu utuh maka dapat menghalangi plasenta keluar.
Risiko Komplikasi yang Terjadi pada Plasenta
Komplikasi yang terjadi pada plasenta jika tidak keluar setelah persalinan yaitu:
1. Plasenta Letak Rendah dan Plasenta Previa
Biasanya plasenta menempel pada bagian atas rahim, namun beberapa Ibu hamil mengalami plasenta yang menempel di bagian bawah rahim sehingga menghalangi jalan lahir. Jika plasenta dalam keadaan yang rendah hingga akhir kehamilan maka akan menyebabkan pendarahan yang berat sehingga berbahaya bagi Mom dan bayi. Jika hal ini terjadi maka dokter akan menyarankan untuk operasi caesar, karena plasenta dapat menghalangi jalan lahir.
2. Retensi Plasenta
Setelah bayi lahir, plasenta biasanya akan keluar dengan sendirinya. Namun, jika sebagian plasenta tertinggal di dalam rahim, retensi plasenta adalah kondisi yang terjadi. Untuk membantu mengeluarkan sisa plasenta, Mom dapat menyusui segera setelah melahirkan. Jika cara ini tidak berhasil, dokter mungkin akan melakukan tindakan operasi.
3. Solusio Plasenta
Hal ini terjadi saat plasenta mulai terlepas dari dinding rahim sebelum bayi lahir. Gejala yang harus diwaspadai yaitu mengalami nyeri perut yang berlebihan, mengalami pendarahan di area vagina, dan mengalami kontraksi rahim yang berlebihan. Jika kondisi ini terjadi maka dapat menyebabkan kelahiran bayi prematur, gangguan pertumbuhan, hingga kematian di dalam kandungan.
Artikel lainnya: Apa Itu CPD? Kenali Masalah Panggul Sempit Saat Melahirkan
Bagaimana Cara Mengobati Retensi Plasenta?
Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta tidak keluar dengan sendirinya setelah bayi lahir. Jika hal ini terjadi, maka perlu dilakukan upaya untuk membantu rahim berkontraksi agar plasenta dapat keluar. Cara yang biasanya dilakukan yaitu:
- Membantu Mom untuk mengonsongkan kandung kemih agar tidak menghalangi jalan keluar plasenta.
- Menyarankan untuk menyusui setelah melahirkan, hal ini dapat membantu tubuh untuk memproduksi oksitosin secara alami.
- Memijat bagian atas pada rahim hal ini untuk merangsang kontraksi.
- Mengubah posisi dari duduk kemudian jongkok hal ini untuk memudahkan plasenta keluar.
- Dokter akan memberikan suntikan agar plasenta cepat keluar.
Apakah Retensi Plasenta Akan Terjadi di Kehamilan Berikutnya?
Retensi plasenta adalah kondisi yang bisa terjadi kembali jika Mom pernah mengalaminya di kehamilan sebelumnya. Namun, hal ini bukan berarti akan pasti terjadi lagi. Tidak ada cara khusus untuk mencegah retensi plasenta, tetapi dokter biasanya akan memantau kondisi ini dengan lebih teliti pada kehamilan berikutnya.
Retensi plasenta adalah musuh tersembunyi setelah persalinan yang bisa membahayakan Ibu jika tidak segera ditangani. Kenali gejalanya dan lakukan pemeriksaan rutin. Dokter kandungan di KS Women and Children Clinic siap membantu memantau dan menangani kehamilan dengan aman dan profesional.
0 Comments